Selasa, 24 Desember 2013

Multikulturalisme Antara Nasionalisme dan Globalisasi

Multikulturalisme pada intinya adalah kesedian menerima  kelompok lain secara sama sebagai kesatuan tanpa memedulikan perbedaan budanya, etnik, gender ataupun agama.
a.       Pengertian multikulturalisme
Multikulturalisme menjadi konsep yang menyebar dan di pandang penting bagi masyarakat majemuk dan kompleks di dunia.
b.      Multikulturalisme di antara nasionalisme dan globalisasi
Dalam sejarah nasionalisme indonesia melalui beberapa tahap perkembanganya:
1.      Tahap pertama di tandai dengan tumbuhnya perasaan kebangsaan dan persamaan nasib yang di ikuti dengan perlawanaan terhadap penjajahan baik sebelum maupun sesudah peroklamasi kemerdekaan .
2.      Tahap kedua bentuk nasionalisme indonesia yang merupakan kelanjutan dari semangat revolusioner pada masa perjuangan kemerdekaan
3.      Nasionalisme persatuan dan kesatuan kelompok oposisi yang tidak sejalan dengan pemerintah.
4.      Nasionalisme kosmopolitan dengan bergabungnya indonesia dalam sistem global internasional ,
Nasionalisme indonesia yang kosmopolitan adalah nasionalisme yang di semangati oleh multikulturalisme
a.       Multikulturalisme merupakan bagian yang tak terpisah dari proses pengglobalnya
b.      Multikulturalisme merupakan pengembangan baru dari mundurnya modernisasi
c. Multikulturalisme merupakan bagian yang tak terhidarkan dari runtuhnya primordialisme.

DAMPAK GLOBALISASI TERHADAP KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA, DAN BERNEGARA

Globalisasi dapat diartikan sebagai perkembangan teknologi di bidang transportasi atau komunikasi  yang memfasilitasi pertukaran budaya dan ekonomi internasional atau proses peristiwa/keputusan yang bersifat mempengaruhi dunia, tidak mengenal batas wilayah, dan dapat memberikan dampak  yang bersifat positif maupun bersifat negatif.
Dampak globalisasi dalam suatu negara menyangkut bidang ekonomi, sosial budaya, dan politik.
1. Dampak Globalisasi Ekonomi
Pada umumnya globalisasi ekonomi didukung oleh liberalisme ekonomi, yang sering disebut dengan kapitalisme pasar bebas. Kapitalisme adalah suatu sistem ekonomi yang mengatur proses produksi dan pendistribusian barang dan jasa. Perkembangan sistem ini  tidak berkembang sehat karena mengabaikan unsur etika dan moral, karena itu pemerintah harus ikut mengaturnya.
Bagi negara-negara berkembang, hal tersebut merugikan karena produk dalam negerinya tidak akan mampu bersaing  dengan produk negara maju. Jika dilihat dampak  positifnya, globalisasi di bidang ekonomi berdampak:
§  mempermudah kebutuhan masyarakat.
§  mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
§  membuka lapangan kerja yang lebih memiliki fasilitas dan lebih profesional.
2. Dampak Globalisasi Sosial Budaya
Globalisasi juga mempunyai dampak pada bidang sosial budaya antara lain:
§  meningkatnya individualisme
§  perubahan pola kerja
§  pergeseran nilai kehidupan
§  melahirkan lembaga-lembaga sosial baru
§  perkembangan pakaian seni ilmu pengetahuan
Dampak negatif globalisasi sosial budaya kebanyakan terjadi pada generasi muda seperti meniru budaya asing, bersifat konsumtif  dan hedonisme.
3.Dampak Globalisasi Politik
Dalam bidang politik pengaruh globalisasi terjadi pada perubahan sistem kepartaian, jaminan HAM, perubahan sistem ketatanegaraan, pemilihan anggota parlemen, pemilihan presiden, wapres, gubernur, bupati, walikota.
Perubahan-perubahan tersebut dapat menimbulkan pertentangan dalam masyarakat karena pada kenyataanya tidak semua masyarakat berpendidikan untuk mengerti perubahan-perubahan tersebut.

Globalisasi Dan Budaya

Globalisasi yang sudah mulai terasa sejak akhir abad ke-20, telah membuat masyarakat dunia, termasuk bangsa Indonesia harus bersiap-siap menerima kenyataan masuknya pengaruh luar terhadap seluruh aspek kehidupan bangsa. Salah satu aspek yang terpengaruh adalah kebudayaan.

Terkait dengan kebudayaan, kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat terhadap berbagai hal. Atau kebudayaan juga dapat didefinisikan sebagai wujudnya, yang mencakup gagasan atau ide, kelakuan dan hasil kelakuan, dimana hal-hal tersebut terwujud dalam kesenian tradisional kita. Oleh karena itu nilai-nilai berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan atau psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran.

Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi penting artinya apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai salah satu hasil pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan bagian sistem dari kebudayaan bangsa Indonesia. Aspek kebudayaan merupakan salah satu kekuatan bangsa yang memiliki kekayaan nilai yang beragam, termasuk keseniannya.Kesenian rakyat, salah satu bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia tidak luput dari pengaruh globalisasi.

Globalisasi dalam kebudayaan dapat berkembang dengan cepat, hal ini tentunya dipengaruhi oleh adanya kecepatan dan kemudahan dalam memperoleh akses komunikasi dan berita namun hal ini justru menjadi bumerang tersendiri dan menjadi suatu masalah yang paling krusial atau penting dalam globalisasi, yaitu kenyataan bahwa perkembangan ilmu pengertahuan dikuasai oleh negara-negara maju, bukan negara-negara berkembang seperti Indonesia. Mereka yang memiliki dan mampu menggerakkan komunikasi internasional justru negara-negara maju.

Akibatnya, negara-negara berkembang, seperti Indonesia selalu khawatir akan tertinggal dalam arus globalisai dalam berbagai bidang seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, termasuk kesenian kita. Wacana globalisasi sebagai sebuah proses ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga ia mampu mengubah dunia secara mendasar.

Komunikasi dan transportasi internasional telah menghilangkan batas-batas budaya setiap bangsa.Kebudayaan setiap bangsa cenderung mengarah kepada globalisasi dan menjadi peradaban dunia sehingga melibatkan manusia secara menyeluruh. Dalam proses alami ini, setiap bangsa akan berusaha menyesuaikan budaya mereka dengan perkembangan baru sehingga mereka dapat melanjutkan kehidupan dan menghindari kehancuran. Dalam proses ini, negara-negara harus memperkokoh dimensi budaya mereka dan memelihara struktur nilai-nilainya agar tidak dieliminasi oleh budaya asing.

Globalisasi dan Kemiskinan

Kemiskinan bukan ekses globalisasi. Begitu Hernando de Soto, seorang pemikir ekonomi dunia asal Peru, menegaskan. Kemiskinan di dunia, katanya, bukanlah akibat ekses globalisasi dan kapitalisme.
Kemiskinan dan globalisasi memang sudah lama menjadi bahan perdebatan, bukan hanya di kalangan ekonom-ekonom dalam negeri, tapi juga dunia. Perdebatannya pun tak pernah jauh-jauh dari bagaimana dampak globalisasi terhadap kemiskinan; menekan kemiskinan atau justru memperbesar kemiskinan.
Sejak proses globalisasi mulai berlangsung, kondisi kehidupan di hampir semua negara terkesan meningkat, apalagi jika diukur dengan indikator-indikator lebih luas. Namun, seringkali pula peningkatan itu hanya ada dalam hitung-hitungan di atas kertas. Negara-negara maju dan kuat memang bisa meraih keuntungan, tapi tidak negara-negara berkembang dan miskin.
Pengalaman sudah membuktikan sejak proses globalisasi bergulir muncul pula isu-isu seperti perdagangan global yang tidak fair, juga sistem keuangan global yang labih yang menelorkan krisis. Dalam kondisi tersebut, negara-negara berkembang dan miskin berulang kali terjebak jeratan utang yang justru jadi beban. Belum lagi bermunculan rezim hak properti intelektual, yang malah menghabisi akses masyarakat miskin untuk mendapat obat-obatan dengan harga terjangkau.
Dalam proses globalisasi, seharusnya uang mengalir dari negara kaya ke negara miskin. Tapi, dalam beberapa tahun terakhir, yang terjadi justru sebaliknya. Sementara negara-negara kaya memiliki kemampuan untuk menahan risiko fluktuasi kurs dan suku bunga, negara-negara berkembang dan miskin menanggung beban fluktuasi tadi.
Fakta-fakta tersebut jelas tidak menjadikan De Soto, juga kita, antiglobalisasi. Soto hanya menunjuk kemiskinan di negara berkembang dan miskin bukan karena globalisasi tapi karena pemerintah tak memberi kesempatan pada rakyatnya untuk masuk ekonomi pasar. Karenanya, pemerintah dianggap perlu memformalkan sektor informasl. Caranya dengan legalisasi usaha-usaha informal dan memberikan sertifikat atas lahan dan aset-aset sektor informal tadi. Soto mengusulkan agar penduduk, usaha informal, dan petani miskin diberi sertifikat sehingga bisa dengan mudah mendapat pinjaman modal perbankan, yang tak lain korporasi besar. Pemberian sertifikat itulah yang kemudian disebutnya sebagai kodifikasi hukum.
Gagasan boleh saja. Reformasi hukum, harus. Tapi, ingat juga siapa yang bakal dihadapi sektor informal –dengan bekal sertifikat dan pinjaman perbankan yang tak seberapa– setelah mendapat akses ekonomi pasar? Korporasi-korporasi besar mancanegara, bermodal besar, berjaringan kuat, dan telanjur mendapat akses jauh lebih besar lantaran pemerintah menandatangani pembukaan akses pasar alias globalisasi.
Petani miskin kita, dengan modal sertifikat dan pinjaman perbankan tak seberapa, setelah mendapat akses ekonomi pasar, ‘dipaksa’ menghadapi petani-petani negara maju bertameng subsidi dan proteksi pemerintah. Bukankah ketidakseimbang itu yang jadi sebab mandeknya perundingan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO)?
Kita memang tidak seharusnya antiglobalisasi. Kita juga perlu terus melakukan reformasi di bidang hukum, termasuk yang terkait perdagangan bebas dan pembukaan akses pasar. Tapi, kita perlu juga mewaspadai akibat globalisasi terhadap proses pemiskinan. Globalisasi mungkin tidak akan memiliki ekses pada kemiskinan, jika pemerintah tahu benar cara melindungi sektor informal domestik dalam keterbukaan akses pasar. Tanpa perlindungan itu, gagasan Soto boleh jadi hanya berarti bagi satu dua korporasi besar.

Terjadinya Perubahan dalam Konstantin Ruang dan Waktu Akibat Globalisasi

Perubahan dalam Konstantin ruang dan waktu. Perkembangan barang-barang seperti telepon genggam, televisi satelit, dan internet menunjukkan bahwa komunikasi global terjadi demikian cepatnya, sementara melalui pergerakan massa semacam turisme memungkinkan kita merasakan banyak hal dari budaya yang berbeda.
Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh perusahaan multinasional, dan dominasi organisasi semacam World Trade Organization (WTO).
Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama televisi, film, musik, dan transmisi berita dan olah raga internasional). saat ini, kita dapat mengonsumsi dan mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang melintasi beraneka ragam budaya, misalnya dalam bidang fashion, literatur, dan makanan.
Meningkatnya masalah bersama, misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis multinasional, inflasi regional dan lain-lain.
Kennedy dan Cohen menyimpulkan bahwa transformasi ini telah membawa kita pada globalisme, sebuah kesadaran dan pemahaman baru bahwa dunia adalah satu. Giddens menegaskan bahwa kebanyakan dari kita sadar bahwa sebenarnya diri kita turut ambil bagian dalam sebuah dunia yang harus berubah tanpa terkendali yang ditandai dengan selera dan rasa ketertarikan akan hal sama, perubahan dan ketidakpastian, serta kenyataan yang mungkin terjadi. Sejalan dengan itu, Peter Drucker menyebutkan globalisasi sebagai zaman transformasi sosial.

Nasionalisme dan Globalisasi

Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa- bangsa di seluruh dunia.
Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu negara termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif. Pengaruh globalisasi di berbagai bidang kehidupan seperti kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya dan lain- lain akan mempengaruhi nilai- nilai nasionalisme terhadap bangsa. Pengaruh positif globalisasi terhadap nilai-nilai nasionalisme dalam aspek ekonomi, terbukanya pasar internasional, meningkatkan kesempatan kerja dan meningkat devisa negara. Sedangkan pengaruh negatif dari globalisasi terhadap nilai-nilai nasionalisme adalah hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri karena banyaknya produk luar negeri yang membanjiri Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukan gejala berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap produk Indonesia.
Salah satu situasi Globalisasi yang dihadapi Indonesia saat ini adalah Asean-China Free Trade Agreement (ACFTA) yang di awal tahun ini sudah resmi diberlakukan oleh negara-negara Asean dan China. Isi kesepakatan tersebut menyangkut penurunan atau penghapusan tarif bea masuk hingga nol persen. Belakangan ini sebutan China sebagai negara raksasa di dunia semakin diperkuat lagi karena keberhasilannya sebagai negara pengekspor terbesar.
Pengetahuan konsumen tentang produk dalam negeri secara luas dianggap sebagai pengaruh penting terhadap perilaku pembelian konsumen. Selain itu juga ada perbedaan sikap antara konsumen yang memiliki budaya yang berbeda. Hofstede et.al (1990) mendefinisikan budaya sebagai sekelompok orang yang memliki keyakinan berbeda, norma dan adat istiadat. Skinner (1988) telah menunjukan bahwa bayi yang baru lahir diseluruh dunia sangat mirip, tetapi sebagai orang dewasa mereka telah didoktrinisasi dalam cara kelompok mereka yang akibatnya mendorong emosi patriotik dan nasionalisme.
Nasionalisme kemudian adalah sentimen terhadap loyalitas konsumen tertinggi sebuah negara atau bangsa, yang memiliki dampak signifikan pada sikap dan niat pembelian. Nasionalis konsumen bersedia untuk berkorban untuk membeli sebuah produk dalam negeri karena mereka percaya bahwa barang impor dapat merusak perekonomian negara mereka.
Salah satu contoh kongkrit mengenai perubahan-perubahan perilaku konsumen dapat dilihat pada generasi anak muda seperti mahasiswa. Seperti yang kita ketahui, di era milenium ini teknologi telah berkembang dengan maju dan pesat, di antaranya adalah internet dan televisi. Melalui sarana inilah para mahasiswa belajar akan pengaruh-pengaruh serta gaya hidup yang ada. Dengan banyaknya buah-buahan yang berasal dari produk luar dengan kualitas dan harga yang lebih murah dapat mempengaruhi pilihan mahasiswa untuk konsumsi buah-buahan yang akan mereka pilih.
Dengan melihat kondisi Indonesia saat ini, dimana selera konsumen semakin beragam dan kualitas produk pertanian di dalam negeri yang kurang berkualitas dan memiliki harga yang relatif mahal dibanding produk dari luar dapat membuat konsumen sulit untuk mengambil keputusan dalam membeli. Konsumen sekarang hanya bisa melihat harga dan kualitas, jika harga murah dan kualitas bagus maka konsumen akan cenderung untuk membelinya. Sehinga keputusan pembelian konsumen juga bisa dipengaruhi oleh harga dan kualitas produk tersebut.

Mengupas Pengaruh Globalisasi Terhadap Perilaku Remaja Indonesia

 Arus globalisasi yang mengalir begitu cepat ternyata juga membawa dampak bagi kehidupan masyarakat, utamanya para generasi muda di Indonesia. Pengaruh globalisasi yang merasuk ke dalam diri tiap remaja Indonesia ternyata begitu kuat hingga membuat banyak generasi muda Indonesia seakan-akan kehilangan jati diri. Dari waktu ke waktu, mereka terlihat lupa kepribadian bangsa, tingkah laku mereka pun sama sekali tidak mencerminkan perilaku bangsa Indonesia. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh yang disebabkan oleh arus globalisasi kepada para remaja Indonesia, kita bisa dengan mudah mengamatinya lewat beberapa gejala yang muncul dalam keseharian mereka.
Salah satu pengaruh globalisasi yang mencolok dewasa ini bisa kita lihat dari cara para remaja Indonesia mengenakan pakaian. Kebanyakan dari mereka terlihat begitu bangga berdandan ala selebritis yang lebih condong pada budaya barat. Bisa dibilang sudah sedikit melalaikan norma kesusilaan dengan model pakaian minim bahan dan memperlihatkan secara jelas beberapa bagian tubuh yang seharusnya ditutupi. Jika menengok kepada sejarah bangsa, sudah jelas cara berpakaian seperti itu tidak termasuk pada kepribadian bangsa Indonesia yang sudah terkenal dengan budaya sopannya. Secara singkat, remaja Indonesia saat ini lebih suka menjadi orang lain dan cuek atas identitas bangsa mereka sendiri.
pengaruh-globalisasi
Kemajuan teknologi juga pada faktanya menjadi pemicu rusaknya mental remaja Indonesia. Dan sekali lagi, hal ini juga merupakan salah satu dari pengaruh globalisasi. Di era globalisasi ini, handphone dan internet menjadi dua elemen penting yang rasanya merupakan sebuah kewajiban untuk diketahui oleh semua orang. Para remaja Indonesia juga seakan mewajibkan kehadiran dua elemen tersebut di kehidupan mereka tanpa ada tawaran lagi. Namun, alhasil mereka menjadi sosok anti sosial yang lebih fokus mengurusi rekan-rekan dunia maya mereka dan lebih sibuk menggunakan handphone mereka.
Karena hal-hal di atas, maka sikap remaja Indonesia menjadi cuek, tidak peduli terhadap lingkungan, dan tidak mengenal sopan santun karena globalisasi menganut asas kebebasan serta keterbukaan yang membuat mereka bertindak sesuka hati tanpa mau berpikir dampak selanjutnya. Maka dari itu, jangan sampai kita mau diperbudak oleh zaman globalisasi yang lantas bisa menghilangkan jati diri sebagai bangsa Indonesia. Satu hal yang perlu kita ketahui, pengaruh globalisasi itu sangat kejam, jadi kita harus bisa mengontrolnya karena kita adalah manusia yang berakal.